Etika, Penggalangan

Fundraising Ethics

Jurnalkomunikasi.com – Penggalangan bersama para musisi jalanan selalu menjadi pilihan terbaik. Terkadang bersama para pemilik studio foto. Penggalangan dana menjadi lebih semarak dan tanpa rekayasa.

Semua sama-sama tersenyum dan sama-sama menikmati kegiatan volunteering. Maka sudah dapat dimengerti bahwa loyalitas adalah pilarnya. Hadir bukan untuk kekayaan, ketenaran, apalagi kebiasaan meminta-minta dan menyombongkan diri.

Tetap pada prinsipnya bahwa dalam tiap perjalanan, selalu menanamkan motivasi:

Don’t touch the people’s and the world’s trust funds. Because you will not live peacefully with a begging and robbery.

Tidak ada dana segar tanpa sebuah kesepakatan. Namun yang lebih utama, tidak ada kesepakatan tanpa sebuah aturan main yang dimengerti semua pihak.

Etika, Penggalangan

Fundraising Ethics adalah tentang pengalaman. Tidak mudah dimengerti bila masih membawa harga diri. Tapi bukan tentang harga diri yang berkaitan dengan privasi. Lebih kepada menyampingkan harga diri untuk berani mati dan berani kotor.

Para leader selalu menyebut diri mereka seperti bekerja di sebuah klinik. Dengan peralatan medis yang tak pernah bersih karena sibuk menyelamatkan nyawa. Itulah saat harga diri seperti menciut, berhadapan dengan maut.

Dokter peradaban atau suster keterasingan? Apa istilah yang tepat untuk mereka? Setiap kali ikrar mereka terdengar, bendera negara-negara di dunia berkelebat bersamaan. Bukan karena angin ribut, melainkan karena bendera-bendera itu seakan menjadi alat pacu semangat eksistensi.

Pengibaran bendera menandai bahwa operasi fundraising berhasil. Setidaknya berhasil menyelamatkan para volunteer untuk kembali ke negaranya masing-masing tanpa setetes pun rasa sakit. Sebab pengalaman menghadapi maut bagaikan tentara yang ikut perang.

Menyedihkan bila etika fundraising seperti Mars Perang Dunia Ketiga. Maka jangan pernah nyanyikan lagu di atas tank yang berjalan. Dan membiarkan para leader berlari seperti anak kecil yang mengejar-ngejar ayahnya saat pergi dinas ke zona demiliterisasi.

Biarlah menjadi keindahan yang terpancar melalui pengalaman yang menyedihkan. Bahwa di balik tiap penggalangan, selalu ada medan sulit yang membentang. Tanah yang tinggi seolah hendak ambruk, atau lautan ganas dengan ombak bergejolak.